Sabtu, 09 Juli 2011

Ketika Mata Tertutup

Ketika mata tertutup
Saat kita mengakhiri hari dengan memejamkan mata dan tertidur pulas tentu sebelumnya kita berharap kita akan terbangun dan menatap siang kembali, taukah kita betapa besarnya kasih dan sayang Allah pada kita, menjaga kita saat terjaga dan menjaga kita saat lena dalam tidur. Semakin bertambah usia kita semakin bertambah nikmat yang diberikan-Nya. Bahkan bertambahnya usia dan diberi kesempatan untuk hadir dalam satu ke satu kisah kehidupan adalah nikmat terbesar, saat kita diberikan banyak kesempatan untuk lebih ekat dan mengenal-Nya.
Sekarang marilah kita memulai hari kita dengan rasa harap pada Rabb dan hanya pada Rabb, karena ketika kita sudah harus menutup mata untuk selamanya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan, dan entahlah kita punya amal jariyah, ilmu bermanfaat dan do’a dari anak shaleh yang sentiasa mempersembahkan do’a untuk kita. Ketika mata tertutup untuk selamanya bahkan kita tidak sanggup melawan bungkah tanah yang semakin lama semakin menggunung menenggelamkan kita di dalam bumi, tak berguna lagi otot yang kuat, badan yang kekar, harta yang banyak, semua akan tinggal kenangan, akan tinggal kisah sahaja.
Mesti kita ingat masa dimana kita tidak berdaya dan tidak berupaya lagi. Dari sekarang harta kita harus kita sisihkan untuk berinfaq di jalan yang Allah Ridhoi, ingat! Disishkan! Bukan sisa dari segala kebutuhan pribadi dan keluarga kita, karena jika ditunggu sisa, sulit sekali uang kita akan bersisa, sulit sekali. Karena kebutuhan sekunder terkadang tak sadar menjadi kebutuhan primer. Dan kita terkadang berusaha membohongi diri sendiri menyatakan kebutuhan yang tak diperlukan sebagai kebutuhan primer. Misal total penghasilan dalam satu bulan 5500.000 rupiah. 1000.000 untuk keperluan rumah tangga, 300.000 untuk gaji pembantu rumah tangga, 150.000 uang saku anak pertama, 150.000 uang saku anak kedua, 100.000 susu anak bayi, 300.000 uang saku ibu, 300.000 uang saku ayah, 200.000 uang pulsa, 700.000 cicilan kenderaan ibu, 700.000 cicilan kendaraan ayah, 550.000 cicilan rumah, 200.000 listrik, 100.000 air PAM, 500.000 untuk tabungan, 150.000 SPP anak pertama, 100.000 SPP anak kedua.
Total pengeluaran sebesar 5500.000 rupiah, lantas apa yang akan kita berikan kepada mereka yang memiliki hak atas harta kita? Apakah kita akan berhutang seumur hidup kita pada mereka? Kalau begitu alangkah kasihannya diri kita, isteri kita, anak kita yang setiap bulannya makan dari harta yang didalamnya ada hak orang lain yang tidak kita tunaikan, tetapi kita habiskan untuk diri dan keluarga kita selalu. Harus ada konsep dan perencanaan yang jelas terhadap hanta yang dititipkan Allah pada kita, harus ada alokasi, jika penghasilan satu bulan 5500.000, apakah salah kita tetapkan 100.000 saja untuk membantu mereka yang membutuhkan dan ikut dalam pendirian dan perbaikan mesjid, jalan dan sarana sosial lainnya.
Sebelum kita menyesal di alam kubur, sebelum kita menangis karena tak ada amal yang kita bawa, sekarang mari kita membuka mata! Melihat sekeliling kita, amal apa yang bisa memberatkan amal kebaikan kita nanti, yang akan meringankan siksaan di alam kubur, yang akan menyampaikan kita pada pertemuan yang kita rindukan, pertemuan dengan Rasulullah dan pertemuan dengan Rabb. Ketika mata masih terbuka maka tak ada yang bisa menghalangi kita jika iman sentiasa kita pupuk dan kita sirami. Lakukanlah sebelum sampai masanya kita harus menutup mata.

0 komentar:

Posting Komentar