
“saya sedih bu”
“kenapa?”
“karena
kepergian sahabat kami bu”
Guru mulai
berargumen panjang lebar “nak, setiap yang hidup akan menemui kematian, tiap
yang ada akan kembali tiada, tiap yang datang akan pulang, tiap yang hadir akan
kembali pada pemiliknya. Kecelakaan yang menimpa sahabat kalian, adalah
pelajaran bagi kita yang ditinggalkan, kematian tidak bisa kita hindarkan walau
sesaat. Ibu juga bersedih, namun bersedih bukan berarti kita menghentikan
siklus kehidupan kita, ia yang telah pergi telah memenuhi janjinya pada
Rabbnya, kita yang hidup harus menjalankan sisa umur kita dengan sebaiknya.
Teman kalian yang pergi adalah seorang anak yang cerdas, berprilaku baik. Maka
balaslah rasa sedih kalian dengan terus berprestasi meneruskan langkah sahabat
kalian. Kalian tau sahabat kalian bercita-cita menjadi apa? Dia bercita-cita
menjadi kepala Dinas Pertanian, maka berusahalah untuk menjadi bagian dari
cita-citanya. Bukan dengan bermurung diri begini, tidak semangat belajar, tidak
mau makan, tidak mau beraktifitas karena perilaku ini tidak akan mengubah
keadaan sedikitpun dan ini sama dengan meratapi dan Allah tidak senang dengan
orang yang meratap”.
Semua murid yang ada di kelas, maju dan menyalami
gurunya “maafkan kami bu, kami janji akan belajar dengan giat”.
Ternyata ketika kita tidak dihiraukan siswa, bukan
mereka sedang tidak ingin belajar atau tidak menghargai guru, tapi karena ada
yang menjadi beban pikiran mereka, karena ada yang mengganjal di hati mereka.
Tidak ada murid yang nakal melainkan hanya guru yang tidak sabar, tidak ada
murid yang bodoh melainkan hanyaguru yang tidak sukses dalam mengajar. Seekor
gajah saja bisa diajarkan apalagi manusia.
0 komentar:
Posting Komentar