Sabtu, 14 Januari 2012

Pekerjaannya adalah memberi

Seorang ikhwan dan akhwat yang sangat mendambakan pernikahan, selalu terlintas dibenaknya indahnya pernikahan, indahnya hidup bersama seorang pasangan. Terkadang menebak, berkhayal siapa yang akan menjadi pasangannya atau kadang mulai merancang ciri-ciri calon suami atau calon isterinya. Ada yang berkhayal dalam lamunannya suami ku kelak adalah seorang yang hafal al-qur’an minimal sekian juzz, sudah punya pekerjaan, kulitnya putih, tinggi, pakai kacamata (kan kelihatan maco), pinter, kalau berpakaian selalu rapi. Begitu juga ikhwan nanti kalau punya isteri, isterinya harus pinter masak, pinter ngurusin keluarga, sayang sama ibunya (alias mertua), cantik, rambutnya panjang, putih, tinggi semampai, cekatan, hafalannya banyak dan bla bla. Siapa yang tidak ingin suami atau isteri dengan kriteria diatas. Dan ada juga yang lagi dimabuk asmara mencoba mencari cela untuk adanya kontak dan komunikasi, awalnya urusan kerja atau da’wah ujungnya pernikahan. Sah-sah saja kita menemukan jodoh kita di kantor, teman satu profesi, sah-sah saja yang menjadi isteri atau suami kita nanti adalah teman satu kantor atau amanah, ketua kaderisasi dan staff, ketua bidang humas dan staff. Namun prosesnya yang harus kita tilik. Seorang ikhwan atau akhwat tidaklah selayaknya menyalakan api gelora cinta di dalam hatinya, karena cinta adalah fitrah ia bisa tumbuh kapanpun dan pada siapapun tak kira apapun amanahnya, cela-cela komunikasi tak ada yang harus di spesialkan, ikhwan ini spesial akhwat ini spesial, dia tipe aku banget. Nun jauh disana perasaan itu harus dihentikan, jika terasa gejolak carilah Allah, kembalikan pada-Nya karena hanya Dialah yang bisa menjaga hati ini saat semua perasaan bermunculan dalam kehidupan yang nyata, jangan terlalu mudah untuk jatuh cinta, jangan terlalu mudah untuk mengatakan cinta. Resiko mencintai adalah kebahagiaan dan kesedihan. Ketika seorang ikhwan atau akhwat sudah mengubah interaksi da’wahnya dengan interaksi cinta maka akan berujung pada perasaan yang tak tertahankan, interaksi yang tak penting menjadi penting, jika butuh suatu pertolongan hanya akhwat atau ikhwan itu saja yang teringat tidak teringat lagi teman satu kost, tak ingat lagi teman satu halaqoh, tidak ingat lagi murobbi, tidak ingat lagi orang tua yang teringat hanya dia dan dia hanya dia. Bahkan saat memberikan info tentang suatu kegiatan, pada orang lain info itu bisa diberikan dengan bahasa info atau ta’limat, namun ketika info itu akan disampaikan pada dia si akhwat bahasanya sudah berubah, mungkin saja di bumbuhi ”datang ya” padahal info yang telah disampaikan pada akhwat yang lainnya tidak dibumbuhi kata-kata itu, ya jika si akhwat bisa menjaga hatinya bagaimana jika akhwat tidak bisa menjaga hatinya? Bagaimana jika hatinya rusak karena tingkah ikhwan yang telah berubah menjadi aneh? Begitu juga jika seorang akhwat terhadap ikhwan, tidak sepantasnya menjadikan ia spesial menempatkan ia lebih didalam ruang hati, menempatkan didalam ruang yang khusus yang dihiasi dengan bunga dan wewangian kerinduan ingin segera bertemu dengannya, jika hari hujan maka rela menembus hujan asalkan bisa melihatnya walaupun hanya melihat punggungnya saja. Atau hanya sekedar tau dia memakai baju apa hari itu. miripkah dengannya, atau apakah dia juga pakai yang warnanya sama denganku? Atau terkadang kebetulan saja yang menemukan yang membuat lamunan dan khayalan saat sudah sampai dirumah. Sayang bukan jika apa yang kita lakukan, motivasi terbesarnya hanya karena ’si dia’ yang belum jelas itu. ”innamal akmalu binniyat”.
Cinta itu indah dan inti pekerjaannya adalah memberi, memberi apa saja yang dibutuhkan oleh orang yang dicintai untuk hidup, tumbuh dan berkembang karenanya. Sudah tersalah suatu perasaan yang bermula dari Ge eR, merasa ikhwan perhatian dan merasa akhwat kagum akan ikhwan. Itu hanya perasaanmu saja, lantas perasaan berubah menjadi rasa penasaran hingga sampai pada menyelidiki rasa penasaran dengan bertanya walaupun hanya dengan sms, sms berubah menjadi telpon-telponan dan meningkat pada cinta jarak jauh, cinta maya bahkan sampai pada janji ingin meminang walau tidak siap lahir meski batin telah menggebu. Jika ada perasaan cinta yang menggebu dihati cukup hanya kita yang tau dan cukup hanya Allah tempat berlari saat rasa itu tidak tertahankan, toh seorang ikhwan bisa mengajukan keinginannya dan seorang akhwat juga berhak untuk memilih siapa yang akan menjadi imam dalam hidupnya dan siapa yang akan menjadi ayah bagi anak-anaknya dan menantu bagi orang tuanya, begitu juga sebaliknya.
Tidak ada yang membatasi untuk memilih siapa dia, toh yang menjalani adalah kita bukan orang tua, bukan murobbi, bukan teman halaqoh. Maka jika datang padamu seorang lelaki yang shaleh maka terimalah ia (hadits), kalau sudah cocok maka tak ada salahnya melangkah pada pemenuhan separoh dien. Tidak ada salahnya mengambil keberanian untuk mengharungi bahtera kasih dalam naungan cinta Allah bersama-sama, untuk melahirkan generasi penerus langkah perjuangan karena ia telah dilahirkan dalam perjuangan ini dan karena ia adalah keinginan dijalan ini, maka didiklah ia untuk jalan yang dulu telah menyampaikan pada lahirnya generasi tersebut yang menyinari rumah saat dapur tak bisa mengepulkan asap, saat tak ada yang mau dimakan, namun cukup dengan menatap anak membuat rasa dahaga dan lapar bisa kita tahan, cukup dengan berpuasa karena yang tersisa hanyalah sedikit makanan untuk anak saja bahkan tidak cukup bila ia dibesarkan dalam kesombongan, namun Allah tentukan ia anak yang berbudi baik meskipun dari segi umur mungkin belum pas kalau ia berkata layaknya orang dewasa ”ayah...ibu...kita makan bertiga, saya kebetulan gak begitu lapar” padahal ia masih belia dan sangat lapar sekali.
Pekerjaannya yang adalah memberi membuat temtram dan damai meski begitu banyak ancaman pernikahan. Melihat budi baik dan tutur lembut anak membuat ibu dan ayahnya sangat senang dan bangga. Pernikahan menjadi pelita dalam gelapnya kehidupan, memberikan cahaya benderang saat tak berdaya dan tak mampu berbuat saat diujiny rezeki, mengubah bening kristal air mata menjadi gumpalan dan tekad yang penuh dengan semangat menyala dan membara. Tapi jika semua sudah karena Allah maka siapa yang bisa menghalangi kebahagiaan? Dengan cinta dapat membuat seseorang bisa bertahan hidup meskipun hidup penuh kekurangan materi, kekurangan harta, tahta dan jabatan.

0 komentar:

Posting Komentar