skip to main |
skip to sidebar
Pekerjaannya adalah memberi
Seorang ikhwan dan akhwat yang sangat mendambakan pernikahan, selalu
terlintas dibenaknya indahnya pernikahan, indahnya hidup bersama seorang
pasangan. Terkadang menebak, berkhayal siapa yang akan menjadi
pasangannya atau kadang mulai merancang ciri-ciri calon suami atau calon
isterinya. Ada yang berkhayal dalam lamunannya suami ku kelak adalah
seorang yang hafal al-qur’an minimal sekian juzz, sudah punya pekerjaan,
kulitnya putih, tinggi, pakai kacamata (kan kelihatan maco), pinter,
kalau berpakaian selalu rapi. Begitu juga ikhwan nanti kalau punya
isteri, isterinya harus pinter masak, pinter ngurusin keluarga, sayang
sama ibunya (alias mertua), cantik, rambutnya panjang, putih, tinggi
semampai, cekatan, hafalannya banyak dan bla bla. Siapa yang tidak ingin
suami atau isteri dengan kriteria diatas. Dan ada juga yang lagi
dimabuk asmara mencoba mencari cela untuk adanya kontak dan komunikasi,
awalnya urusan kerja atau da’wah ujungnya pernikahan. Sah-sah saja kita
menemukan jodoh kita di kantor, teman satu profesi, sah-sah saja yang
menjadi isteri atau suami kita nanti adalah teman satu kantor atau
amanah, ketua kaderisasi dan staff, ketua bidang humas dan staff. Namun
prosesnya yang harus kita tilik. Seorang ikhwan atau akhwat tidaklah
selayaknya menyalakan api gelora cinta di dalam hatinya, karena cinta
adalah fitrah ia bisa tumbuh kapanpun dan pada siapapun tak kira apapun
amanahnya, cela-cela komunikasi tak ada yang harus di spesialkan, ikhwan
ini spesial akhwat ini spesial, dia tipe aku banget. Nun jauh disana
perasaan itu harus dihentikan, jika terasa gejolak carilah Allah,
kembalikan pada-Nya karena hanya Dialah yang bisa menjaga hati ini saat
semua perasaan bermunculan dalam kehidupan yang nyata, jangan terlalu
mudah untuk jatuh cinta, jangan terlalu mudah untuk mengatakan cinta.
Resiko mencintai adalah kebahagiaan dan kesedihan. Ketika seorang ikhwan
atau akhwat sudah mengubah interaksi da’wahnya dengan interaksi cinta
maka akan berujung pada perasaan yang tak tertahankan, interaksi yang
tak penting menjadi penting, jika butuh suatu pertolongan hanya akhwat
atau ikhwan itu saja yang teringat tidak teringat lagi teman satu kost,
tak ingat lagi teman satu halaqoh, tidak ingat lagi murobbi, tidak ingat
lagi orang tua yang teringat hanya dia dan dia hanya dia. Bahkan saat
memberikan info tentang suatu kegiatan, pada orang lain info itu bisa
diberikan dengan bahasa info atau ta’limat, namun ketika info itu akan
disampaikan pada dia si akhwat bahasanya sudah berubah, mungkin saja di
bumbuhi ”datang ya” padahal info yang telah disampaikan pada akhwat yang
lainnya tidak dibumbuhi kata-kata itu, ya jika si akhwat bisa menjaga
hatinya bagaimana jika akhwat tidak bisa menjaga hatinya? Bagaimana jika
hatinya rusak karena tingkah ikhwan yang telah berubah menjadi aneh?
Begitu juga jika seorang akhwat terhadap ikhwan, tidak sepantasnya
menjadikan ia spesial menempatkan ia lebih didalam ruang hati,
menempatkan didalam ruang yang khusus yang dihiasi dengan bunga dan
wewangian kerinduan ingin segera bertemu dengannya, jika hari hujan maka
rela menembus hujan asalkan bisa melihatnya walaupun hanya melihat
punggungnya saja. Atau hanya sekedar tau dia memakai baju apa hari itu.
miripkah dengannya, atau apakah dia juga pakai yang warnanya sama
denganku? Atau terkadang kebetulan saja yang menemukan yang membuat
lamunan dan khayalan saat sudah sampai dirumah. Sayang bukan jika apa
yang kita lakukan, motivasi terbesarnya hanya karena ’si dia’ yang belum
jelas itu. ”innamal akmalu binniyat”.
Cinta itu indah dan inti
pekerjaannya adalah memberi, memberi apa saja yang dibutuhkan oleh orang
yang dicintai untuk hidup, tumbuh dan berkembang karenanya. Sudah
tersalah suatu perasaan yang bermula dari Ge eR, merasa ikhwan perhatian
dan merasa akhwat kagum akan ikhwan. Itu hanya perasaanmu saja, lantas
perasaan berubah menjadi rasa penasaran hingga sampai pada menyelidiki
rasa penasaran dengan bertanya walaupun hanya dengan sms, sms berubah
menjadi telpon-telponan dan meningkat pada cinta jarak jauh, cinta maya
bahkan sampai pada janji ingin meminang walau tidak siap lahir meski
batin telah menggebu. Jika ada perasaan cinta yang menggebu dihati cukup
hanya kita yang tau dan cukup hanya Allah tempat berlari saat rasa itu
tidak tertahankan, toh seorang ikhwan bisa mengajukan keinginannya dan
seorang akhwat juga berhak untuk memilih siapa yang akan menjadi imam
dalam hidupnya dan siapa yang akan menjadi ayah bagi anak-anaknya dan
menantu bagi orang tuanya, begitu juga sebaliknya.
Tidak ada yang
membatasi untuk memilih siapa dia, toh yang menjalani adalah kita bukan
orang tua, bukan murobbi, bukan teman halaqoh. Maka jika datang padamu
seorang lelaki yang shaleh maka terimalah ia (hadits), kalau sudah cocok
maka tak ada salahnya melangkah pada pemenuhan separoh dien. Tidak ada
salahnya mengambil keberanian untuk mengharungi bahtera kasih dalam
naungan cinta Allah bersama-sama, untuk melahirkan generasi penerus
langkah perjuangan karena ia telah dilahirkan dalam perjuangan ini dan
karena ia adalah keinginan dijalan ini, maka didiklah ia untuk jalan
yang dulu telah menyampaikan pada lahirnya generasi tersebut yang
menyinari rumah saat dapur tak bisa mengepulkan asap, saat tak ada yang
mau dimakan, namun cukup dengan menatap anak membuat rasa dahaga dan
lapar bisa kita tahan, cukup dengan berpuasa karena yang tersisa
hanyalah sedikit makanan untuk anak saja bahkan tidak cukup bila ia
dibesarkan dalam kesombongan, namun Allah tentukan ia anak yang berbudi
baik meskipun dari segi umur mungkin belum pas kalau ia berkata layaknya
orang dewasa ”ayah...ibu...kita makan bertiga, saya kebetulan gak
begitu lapar” padahal ia masih belia dan sangat lapar sekali.
Pekerjaannya yang adalah memberi membuat temtram dan damai meski begitu
banyak ancaman pernikahan. Melihat budi baik dan tutur lembut anak
membuat ibu dan ayahnya sangat senang dan bangga. Pernikahan menjadi
pelita dalam gelapnya kehidupan, memberikan cahaya benderang saat tak
berdaya dan tak mampu berbuat saat diujiny rezeki, mengubah bening
kristal air mata menjadi gumpalan dan tekad yang penuh dengan semangat
menyala dan membara. Tapi jika semua sudah karena Allah maka siapa yang
bisa menghalangi kebahagiaan? Dengan cinta dapat membuat seseorang bisa
bertahan hidup meskipun hidup penuh kekurangan materi, kekurangan harta,
tahta dan jabatan.
0 komentar:
Posting Komentar