Ia dibilang lahir dan tumbuh menjadi anak yang cerdas, bersekolah di sekolah yang terpandang menghasilkan lulusan-lulusan yang terbaik, salah satunya ia. Ia bisa dibilang seorang yang cukup memiliki berbagai talenta, ia bisa bernyanyi dengan suara merdu, tak hanya bernyanyi bahasa indonesia atau daerah, tapi bisa berbahasa korea maupun inggris (klo saya sih bilangnya, lirik nyanyi korea menyenangkan tapi klo nyanyinya cepet bisa belepotan dan muncrat saya bernyanyi) tp tidak banginya. Ia bahkan hafal dengan kata-kata yang membuat lidah saya berkelok-kelok.
hhmm...tak hanya menyanyi, ia juga jagonya menjadi penari, tangannya gemulai dan sepertinya geraknya begitu mudah sekali (klo saya mah, aduh bisa nyeri tulang saya klo menari, kagak bisa atuh)...
tak hanya itu...ia masih punya prestasi-prestasi lainnya. Dalam akademis, ia menjadi akademisi yang hampir saja cumlaude, tapi sayang karena satu mata kuliah yang ngulang, jadinya gak tercapai deh. Tapi pemuncak mungkin saja bisa, dengan syarat tamatan pas dia wisuda punya nilai dibawahnya walaupun 0,01.. semoga...
Ia terlihat seperti seorang yang tenang, dan emang dia tenang sih sebenarnya, tapi kadang suka emosian juga. Apalagi klo dah marah, wah cerepetannyaaaaa sepanjang tali beruk yang manjat batang kelapa tinggi, he...
dari tadi becanda aja yah bawaan saya...
nih kita mulai deh serius dikit...
Hari itu kalau tidak salah hari kamis, saya bepergian dengannya sekedar menelisik pinggir-pinggir kota yang mulai kumuh dengan sampah. Makan asam pedas di warung kecil pake kerupuk jangek, kemudian melanjutkan perjalanan, sebelum tiba di tempat tujuan kami berhenti membeli lempuk durian dan buah apel, bukan untuk apa-apa, hanya sekedar oleh-oleh untuk dimakan bersama di posko sosial yang dibangun beberapa hari sebelum kami berangkat. Lempuk itu di jual di pinggiran jalan, di depannya ada mesjid yang berkubah kuning, saya melihat jam, ternyata tak lama lagi adzan ashar akan berkumandang, kami putuskan mengarahkan kendaraan kami ke parkiran mesjid tersebut.
Aku terkaget namun diam ketika melihatnya berjalan leju kearah seorang bapak yang tadinya tersenyum pada kami lantas raut wajahnya berubahh heran karena bayangkan saja, seorang gadis cantik mendekatinya, di dekat mesjid pula, berjilbab pula.
Ia berkata "bapak"
bapak itu berkata sambil mengatupkan kedua tangannya seakan tak rela di salami sang gadis "iya, maaf bapak sudah berwudhu"
"pak, ini aku pak, anak bapak" ujarnya...
seeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeerrr darah saya serasa menggelegak, kaki saya seakan terkunci diatas motor, tak mampu berucap tak mampu berbuat, saya terdiam sambil berpikir "subhanallah, Allah pertemukan kembali ia dengan ayahnya.
dengan seksama ayah memperhatikan anaknya "subhanallah anak bapak sudah besar, dulu masih kecil pendek, sekarang sudah tinggi besar, bapak imam mesjid sini nak, berapa nomor HP nak?"
sang ayah menerima jabatan tangan anaknya dan mencium anaknya.
sambil tersenyum dan wajah yang masih bimbang, sang anak berujar "HP ananda hilak pak, jadi hilang semua nomor, tak bisa hubungi siapa-siapa"
sedang saya masih setengah sadar, benarkah apa yang sedang saya saksikan??? akhirnya saya bisa juga melangkah mendekati tempat wudhu. tapi saya diam dan ia pun diam, mungkin dia haru dan masih kurang percaya bisa bertemu sang ayah di tempat yang tak disangka.
saat kami melangkah ke tempat wudhu, sang ayah beranjak dari parkiran dan melaju membawa motornya, entah kemana.
kami masuk ke mesjid lalu shalat, suara imam mesjid itu bening, suara yang baru saja kami dengar, lafadznya fasih, mendengarkannya sejuk menenangkan, doa yang ia pimpin menghantarkan bulir-bulir hangat di wajah sahabat saya, saya tidak tau persis apa yang dia rasa, mungkin bercampur aduk semuanya, yang jelas ia merasakan kebahagiaan disana, shalatnya dipimpin oleh sang ayah yang sudah lebih dari 16 tahun tidak bersamanya. Usai shalat, sang bapak memanggil "nak yuk ke rumah bapak, jangan takut ibuk tak ada di rumah, ibu sedang keluar kota".
Bergegas melipat mukena dan meraih kendaraan, mengikuti sang ayah dari belakang menuju rumah ayahnya yang tak jauh dari mesjid, saya masih sedikit ingat dengan rute itu.
"Nak inilah rumah bapak, itu adik ananda, masih berumur 6 tahun"
ia kaget, ia tak pernah tau akan adiknya itu, juga tak pernah kenal denga sang ibu itu.
Tak lama kami di rumah itu, kaku kikuk dan tegang suasananya. Ayah seperti orang lain, anak seperti orang lain. mereka berinteraksi seperti seorang murid yang bertemu dengan guru lamanya, canggung. Apalagi saya yang ada disana, bingung. bercerita sebentar, minum teh hangat dan ayahnya menelpon bunda yang melahirkan anandanya sebentar, selentingan terdengar guyonan ayah dan bundanya mesra, lantas kenapa harus berpisah....,,, huhu...inilah hidup.
"pak, kami mau pamit, nanti kemalaman" ujarnya...
"ooo...iyalah, habiskanlah dulu tehnya, ini ada HP untuk ananda dan ini ada sedikit .... , nomor bapak sudah bapak simpan di sana".
kami beranjak meninggalkan rumah sang ayah. berkali-kali HP itu berdering, ayahnya menelpon berulang, meminta anaknya untuk kembali barang sebentar, tapi karena sudah cukup jauh meninggalkan rumah ayahnya, ia memilih untuk meneruskan perjalanan pulang.
saya merasakan ada hati yang berkecamuk, ada hati yang hancur, mengapa harus seperti ini ayah dan ibuku, tapi ia tidak bisa memaksa, tak bisa memilih apa yang tak mungkin ia pilih lagi, ayahnya punya kehidupannya sendiri, ibunya juga punya kehidupannya sendiri.
Ayahnya yang telah mempersunting lebih dari dua wanita dan sudah memiliki anak dari isteri-isterinya sekarang telah tinggal bersama isterinya, mudah-mudahan itu isteri terakhirnya. Bukan suatu yang hina, karena laki-laki memang boleh minikah lebih dari satu isteri. namun kendati demikian, haruslah jelas siapa anak-anaknya agar kelak tidak tersalah anak dalam meraih jodohnya. jika ayah tidak memperkenalkan saudaraq-saudaramu, maka engkaulah yang harus mencari tau siapa-siapa saja saudara-saudaramu. Kenapa? untuk kejelasan garis keturunan dan yang halal dan yang haram untuk engkau nikahi, hilangkan keegoisan diri, dengan menyatakan "dia seorang bapak yang telah berbuat maka dia yang harus bertanggungjawab menjelaskan siapa-siapa saja anak-anaknya", ini tidak akan menyelesaikan masalah. Cobalah untuk rendah hati dan menerima apa yang telah ditakdirkan untuk kita. Kita belum tentu lebih baik dari pada orang yang kita anggap salah. Dia mungkin pernah melakukan kesalahan lantas bukan berarti kita harus menghukumnya seumur hidup. Saya teringat kata-kata dalam film korea --kita tidak perlu menghukum atau membesar-besarkan kesalahan orang, karena orang tersebut sungguh telah terhukum dengan sendirinya--. dalam hal ini, apa hukuman itu??? rasa rindu yang teramat, tentu, tidak ada orang tua yang tak merindukan anak-anaknya, mungkin saja penyikapannya yang berbeda-beda. rasa bersalah, rasa ingin bertemu, rasa ingin ada dalam segala aktivitas anaknya dan lainnya... Lantas apakah akan ditambah deritanya? Ingatlah dia orang yang tanpa dirinya kita tidak akan pernah ada...
Bunda kita, bukan 100% karena selama ini dia yang paling berjasa, dia yang menjaga, membesarkan, mendidik, dan membiayai seorang diri, kita menganggapnya segalanya (bukan provoasi untuk berbagi cinta atau mengurangi cinta pada ibunda tercinta) tapi berpikir obyektif dan realistis, bunda kita tentu pernah memiliki rasa cinta pada ayah, toh dalam kasus ini yang memilih ayah adalah bunda, bukan unsur paksaan. Hargai bunda, cintai dan jaga perasaannya, bawa dia keluar dari masa lalunya yang membuat ia benci dengan pertemuannya dengan ayah barang kali, sedikit atau banyak tentulah ada rasa kecewanyapada ayah, tapi...masa lalu bukanlah untuk berdendam dimasa sekarang, masa lalulah yang membuat kita menjadi lebih berarti dimasa sekarang dan insyaallah dimasa yang akan datang.
Penutup
Bagi yang tidak memiliki keluarga utuh, maka belajarlah, jika merasakan sakitnya keluarga yang tidak harmonis, maka ketika berkeluarga, jagalah keutuhan rumah tangga, jagalah hati isteri dan jagalah hati suami, hormat menghormati. Diduakan atau ditigakan, dengan ridho dan cara yang baik. Menduakan dan menigakan isteri juga dengan cara yang baik.
Bagi yang tidak memiliki keluarga utuh, maka belajarlah, jika merasakan sakitnya keluarga yang tidak harmonis, maka ketika berkeluarga, jagalah keutuhan rumah tangga, jagalah hati isteri dan jagalah hati suami, hormat menghormati. Diduakan atau ditigakan, dengan ridho dan cara yang baik. Menduakan dan menigakan isteri juga dengan cara yang baik.
bagi yang keluarganya utuh tapi tidak harmonis, maka belajarlah, bagaimana menumbuhkan benih-benih keharmonisan, menumbuhkan kasih dan sayang penuh mesra.
bagi yang keluarganya utuh dan harmonis, pertahankanlah hingga keluarga yang engkau bina kelak juga merupakan keluarg yang harmonis.
Siapapun kita memiliki potensi untuk bersatu ataupun bercerai berai. kendati demikian ayah dan ibu kita memiliki hak atas diri kita dan kita sebagai anak juga memiliki kewajiban padanya. kewajiban itu tidak hanya dipandang dia di dekat kita ataupun memiliki rumah yang berbeda dengan kita. wallahu'alam...
0 komentar:
Posting Komentar