Selasa, 17 Agustus 2021

Jenjang Kematian

Kita sedang berada pada fase yang akrab dengan berita kematian, sirine ambulan seperti alunan musik harian, tidak seperti biasa, kematian terdengar masih berselang waktu yang lama. Sekarang, sebentar ada pesan chat berita duka, setiap pekan berita itu ada, setiap hari bahkan dalam hitungan jam, ada saja berita duka sampai ke telinga. Menusuk tau, nyesek di dada, seakan nyawa itu udah ga berharga. Seakan nyawa itu sedang diobral dan diskon gede-gedean.

Disini, aku makin berusaha memahami jalan kehidupan. Kalo setiap aku ngedengar cerita kematian, aku udah ngerasa sedih dan bahkan bila yang meninggal adalah bagian keluarga atau sahabat-sahabat, udah ngebuat tulang berasa patah-patah, langkah kaki lunglai, aliran darah tu rasa ngucur tiba-tiba dan terhenti, tatapan mata nanar, bulir air mata jatuh tanpa diminta. Gimana dong mereka yang mendedikasikan diri sebagai nakes. Mereka seakan melihat kematian itu lebih dari jadwal sarapan, makan siang bahkan jadwal nge-date. Ngena banget dong mental aku. Makanya aku ga ditakdirkan jadi nakes. Sebenernya cerita apa sih.

Point penting yang harus kita sadari, kematian itu pasti dan kehidupan ini sementara. Coba sesekali bayangin, buat apa kita kerja pagi siang malam ga kenal waktu cuma buat cari materi, cuma biar dibilang tajir sama orang-orang, cuma buat pengakuan. Trus kita lupa shalat, lupa keluarga, lupa saudara, lupa hakikat kita bekerja itu adalah ibadah. Bukan justru karena bekerja, kita lupa kewajiban untuk beribadah. No, bukan itu hakikatnya bekerja. Kita jadi petani, tujuannya bukan sekedar untung rugi panen, tapi matematikanya udah beda. Jadi pilot, bukan sekedar ngebawa penumbang pesawat, bukan. Bukan untuk keliatan ewow dan gaji banyak. Bukan bukan itu.

Ga ada yang larang kita untuk menjadi kaya, sahabat rasull banyak yang kaya, Khadijah istri rasul juga saudagar kaya tetapi mendedikasikan segalanya untuk ibadah, untuk terus berbuat baik. Nah kita? Bagaimana? Apa kita hanya menjadikan kekayaan sebagai status dan hanya sebagai kendaraan dunia kita tanpa kita peduli kendaraan kita nanti di akhirat sana.

Kita tetap wajib shalat, apapun maksiat yang kita lakukan. Sekalipun kita ga yakin kalo Allah terima shalat kita. Sekalipun dosa kita udah ga bisa kita sebutkan lagi, saking banyaknya.

Sirine ambulan hari ini, mungkin masih bisa kita dengar dengan baik tapi kita gak pernah tau entah beberapa detik kedepan mungkin orang mendengar sirine ambulan yang membawa jenazah kita. Walau kita masih lalai, walau kita masih ingkar tapi kita tetap usaha untuk terus berbuat baik.

0 komentar:

Posting Komentar