Senin, 26 Oktober 2020

Nasib Bangsa Dalam Lima Lembar Kertas

Kondisi perpolitikan Indonesia semakin hari semakin memanas. Bikin greget mendengarnya. Buat mulut ingin segera berargumen. Geram, itulah kata yang pantas melihat mereka dengan ciri khas masing-masing menuangkan narasi politiknya.

Mulai dari cara-cara santun sampai cara yang kurang elok dilakukan dilakukan insan perpolitikan. Namun hal ini biasa selagi tidak melanggar aturan pemilihan umum (Pemilu).

Tahun 2019 perhelatan politik digelar di seantora negeri. Berbeda dengan pemilihan sebelumnya, pada tahun ini pemilihan Legislatif (DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD) dan Eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dilakukan bersamaan. Ini merupakan kebijakan baik salah satunya dalam menghemat anggaran.

Makin mendekati pemilu, persaingan semakin sengit. Para elit politik membawa narasi masing-masing dan melempar isu yang makin menarik. Caci maki kampret cebong, masih akrab saja terdengar ditelinga, sama seperti 2014 lalu. Entah sampai kapan. Apakah akan usai pada pilpres 17 April 2019 atau berlanjut lima tahun kedepan.

Rasanya sudah jenuh dengan kondisi bangsa yang saling menyalahkan dan semua merasa benar dengan persepsinya masing-masing. Politik hari ini untuk pemilihan satu paket presiden dan wakil presiden seperti mengulang peristiwa 2014 lalu. Dengan kontestan calon Presiden Joko Widodo dan Prabowo. Ada yang berkata ga peduli siapa wakilnya yang penting presidennya. Apakah pilihan itu kepanatikan atau memang visi misi menarik yang ditawarkan.

Setiap kali mekanisme debat calon presiden-wakil presiden selesai. Sosial media dibanjiri dengan pernyataan netizen yang berargumen sesuai kapasitas mereka masing-masing. Klarifikasi dari kedua kubu terus bergulir. Tidak ada yang merasa salah, semua merasa benar dengan pernyataannya. Netizen adu argumen seakan mereka menjadi miniatur debat calon presiden wakil presiden.

Banyak sekali netizen berkomentar sinis dan dramatis demi membela pasangan calon presiden-wakil presidennya. Namun demikian, tidak kurang pula yang berargumen dan bersikap berimbang tanpa menyudutkan dan mengagung-agungkan salah satu kandidat. Begitulah wajah perpolitikan Indonesia saat ini.

Bangsa Indonesia menjadikan demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Dalam demokrasi kebebasan berpendapat dimiliki oleh seluruh warga negara. Tidak terkecuali. Namun perlu diingat kebebasan berpendapat adalah kebebasan yang dibatasi oleh norma-norma kehidupan dan harus beradab.

Menurut teori klasik Aristoteles, Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Pendapat ini seharusnya meluruskan nalar, bahwa setiap bangsa Indonesia yang ingin berkuasa di negeri ini menginginkan kebaikan bersama.

Mereka yang menjadi kontestan pesta demokrasi tahun ini tentunya orang terpilih dan terbaik. Hanya paradigma yang berbeda-beda. Mereka telah melewati mekanisme yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan memenuhi syarat sebagai calon pemimpin dan wakil rakyat.

Setiap kandidat memiliki visi misinya. Harapan terbesar bangsa agar siapapun mereka yang menjadi pemenang dalam perhelatan demokrasi kali ini. Melakukan perbaikan-perbaikan dalam meningkatkan taraf hidup rakyat. Memberikan rasa aman dan nyaman untuk beraktivitas sebagai warga yang merdeka.

Debat sana sini saling mengunggulkan kandidat boleh saja dilakukan tim pemenangan masing-masing calon. Survey dilakukan dan menangnya calon pilihan membuat sedikit lega. Namun tetap saja pertarungan sebenarnya saat kertas suara dicoblos para pemilih.

Menang di dunia maya hanya menjadi semangat dan meningkatkan strategi pemenangan calon. Karena tidak semua rakyat Indonesia ikut andil dalam meramaikan cerita politik dalam dunia maya. Mereka lebih cenderung menjadi silent reader dan bahkan masa bodoh.

Masyarakat masa bodoh karena tidak secara langsung terjun dalam panggung politik dan tidak teredukasi tentang politik. Sehingga mereka hanya tau bagaimana caranya agar mereka bisa menyantap makanan dari hari ke hari dan bisa melakukan aktivitas tanpa diganggu dan mengganggu siapapun.

Apalagi dunia perpolitikan Indonesia saat ini yang kelihatan absurb. Semua kelihatan tidak pasti bisa berubah dalam hitungan hari. Elit politik yang hari ini getol memenangkan satu kandidat dan esok pula gigih menjatuhkan kandidat tersebut. Tidak perlu jedah yang lama untuk melihat kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan. Kepentingan politik mempertaruhkan nasib bangsa kedepan.

Nasib bangsa telah diperjuangkan para pahlawan dari penjajahan. Mereka rela bersimbah darah, meninggalkan keluarga dan mati di medan perang. Mereka membayar kemerdekaan dengan nyawa. Bagaimana mungkin sebagai penikmat kemerdekaan, membiarkan negeri ini dihancurkan tirani.

Nasib bangsa ini berada pada rakyat Indonesia. Kontestan perpolitikan telah diberikan hak kampanye. Alat Peraga Kampanye (APK) mereka siapkan. Banyak cara mereka lakukan membuat spanduk dan menancapkannya di pinggir jalanan yang strategis.

Kemudian kartu nama, pamplet, player dan yang tidak asing lagi kalender. APK ini merupakan lembaran kertas. Tidak cukup sampai disitu, amonisi pesta demokrasi juga merupakan kertas suara yang merupakan secarik kertas. Pada pesta demokrasi kali ini, setiap rakyat diberikan lima kertas suara. DPDR Kab/Kota warna hijau, DPRD Provinsi warna biru, DPR RI warna kuning, DPD RI warna merah dan Presiden Wakil Presiden warna abu-abu.

Nasib bangsa ditentukan oleh lima lembar kertas dengan kekuatan siapa yang paing banyak dicoblos. Kertas telah menjadi bagian penting dari perjuangan bangsa dalam memilik kontestan terbaik menurut rakyat. Tidak hanya itu, kepiawaian para desainer dan penyedia jasa pembuat APK sudah barang tentu mengisi pundi-pundi rupiah mereka melalui moment kampanye untuk Indonesia berdaulat.

Sebagai warga negara yang baik. Menjadikan pemilu sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki negeri. Dan sudah menjadi tanggungjawab kandidat yang terpilih untuk terus berupaya menghadirkan gagasan-gagasan yang relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Rakyat yang baik menghormati keputusan demokrasi dan bersinergi dengan pemerintah terpilih. Pemimpin dan wakil rakyat yang baik adalah mereka yang terus menyuarakan dan berkebijakan untuk kepentingan dan perbaikan nasib bangsa.

 



0 komentar:

Posting Komentar