Hiruk
pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir
tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar
seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan ha
ti.
Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan
menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan
bercahaya.
Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus
bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang
mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati.
Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju
kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan
bercahaya.
Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat
berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini
sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia
tersebut dalam firman-Nya,
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)
Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang
rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,
“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,”…” (QS. Thohâ
:25) Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai
tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati
lapang dan bercahaya. Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang
hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1] dan selainnya :
1. Memurnikan Tauhid.
Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak
keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi
yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang
bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar
bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan
meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan
orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka
yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata. ” (QS. Az-Zumar :22)
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak
beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami
telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil
pelajaran. ” (QS. Al-An’âm :125-126)
Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan
hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam
firman-Nya,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. ”
(QS. Al-An’âm :82)
Dan dalam Tanzil-Nya,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka,
dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. ” (QS. An-Nûr : 55)
2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah. Allah Jalla wa
‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang
yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. ” (QS. An-Nahl : 89)
Dan Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian. ” (QS. Al-Isrô` : 82)
Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,
لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ بَعْدِيْ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ
“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat
putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang
darinya setelahku kecuali akan binasa. ” [2]
Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap
tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang
dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan.
Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. ” (QS. Thôhâ :
123-124)
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu
menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah). ” (QS. Thôhâ : 1-3)
3. Berbekal Ilmu Syari’at. Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia
tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan,
keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at.
Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan
nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ”. ” (QS. Thôhâ : 114)
Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ”
(QS. Al-Mujâdilah :11) Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya
ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih
luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan
dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya
akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap
ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu
‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu
(merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling
indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya. ” [3]
4. Kecintaan Kepada Allah.
Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa
kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya
kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah. ” (QS. Al-Baqarah :165) Kecintaannya kepada Allah tersebut akan
mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan
hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh
kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ
اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْءُ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا للهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي
الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan
mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia
cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah
ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk
kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam
api neraka. ” [4]
5. Senantiasa bertaubat.
Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang
Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai
keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta
melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat
ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin
keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,
“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung. ” (Q. S. An-Nûr :31)
Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,
“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. ” (Q. S. Al-Baqarah :128)
Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala
sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan
sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam
firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. ” (Q. S. Al-Baqarah :222)
6. Dzikir.
Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati
menjadi tenteram. ” (Q. S. Ar-Ra’d :28)
Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,
“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. ”
(Q. S. Al-Ahzâb :35)
Dan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,
Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ” (Q. S. Al-Jumu’ah :10)
Dan sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan
bersinar tanpa ada kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak
kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang
berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. ” (Q. S.
Al-Munâfiqûn :9)
7. Berbuat baik kepada Makhluk.
Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan
selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat
melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza
wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan,
dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar
kalian dapat mengambil pelajaran. ” (Q. S. An-Nahl :90)
Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةِ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةِ
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
“Sesusngguhnya Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan
terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh perbaiklah cara
membunuhnya, apabila kalian menyembelih perbaiklah cara menyembelihnya
dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam pisaunya dan membuat
tenang sembelihannya. ” [5]
Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman
(surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan
kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang berbuat baik. ” (Q. S. Adz-Dzâriyât :15-16)
Demikian beberapa pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu
diketahui bahwa segala perkara yang bertentangan dengan apa yang
disebutkan di atas pasti akan memberikan kesempitan, kesesakan dan
gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang lebih sempit hatinya
dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari Al-Qur`ân dan
As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai kesengsaraan.
Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna ketenangan.
Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan berbagai
kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah
bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan
makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan
demikianlah seterusnya. Tentunya banyak tuntunan pelapang dada yang
belum bisa diuraikan disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan
di atas bisa menjadi pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan
muslim dalam mempersiapkan bekal untuk menyonsong kehidupan kekal abadi
di akhirat kelak. Waffaqallâhu Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
[1] Dalam kitabnya Zâdul Ma’âd 2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126, Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi
‘Âshim no. 48-49 dan Al-Hâkim 1/96 dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu
‘anhu. Dan dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.
[3] Zâdul Ma’âd 2/23
[4] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.
[5] Hadits Syaddâd bin Aus radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
Sumber :
an-nashihah. com/index. php?mod=article&cat=PenyejukHati&article=83
sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi
0 komentar:
Posting Komentar